PENDAHULUAN
· Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 antara lain menegaskan bahwa pemerintah harus menyusun anggaran moneter yang terdiri dari empat komponen, yaitu : a) Anggaran rutin, b) Anggaran pembangunan, c) Anggaran kredit dan
d) Anggaran devisa.
d) Anggaran devisa.
· Dari empat komponen anggaran ini yang ditetapkann dengan undang-undang tiap tahun hanya komponen : a) angggaran rutin dan b) anggaran pembangunan, yang kita kenal dengan undang-undang APBN.
· Mengenai komponen c) anggaran kredit dan d) anggaran devisa, sejak Order Baru tidak lagi ditetapkan dengan udang-undang.
· Dalam perencanaan anggaran rutin yang pegang peranan adalah Mentgeri Keuangan dengan aparatnya Direktorat Jenderal Anggaran. Sedangkan perencanaan anggaran pembangunan yang pegang peranan adalah ketua BAPPENAS. Mengenai anggaran kredit dan anggaran deivsa yang sekarang merupakan prognosa, perencanaannya ditangan Gubernur Bank Indonesia .
(Suparmoko, 1992).
A. Fungsi dan Peran APBN
· APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahuns ering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
· Baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah pasti mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary). Timbullah gagasan untuk dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi (Suparmoko, 1992).
· Rincian tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan nampak dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jadi melalui indikator APBN dapat dianalisis seberarpa jauh peran pemerintah dalam kegiatan perekonomian nasional (Suseno, 1995).
1. APBN Sebagai Alat Mobilisasi Dana Investasi
· Sumber dana investasi beasal dari tabungan (saving). Sumber dana investasi swasata (perusahaan) berasal dari tabungan masyarakat yang terhimpun pada lembaga keuangan bank. Sedangkan sumber dana invstasi pemerintah berasal dari tabungan pemerintah. Tabungan pemerintah terbentuk dari sisa penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
· Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak (PNBP). Bagian terbesar dari penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan pajak. Untuk APBN 2001 dan 2002, masing-masing penerimaan pajak sebesar Rp 185,54 triliun (61,72%) dan Rp 214,71 triliun (70,42%). Jumlahnya mengalami kenaikan, namuin rasionaya terhadap PDB hampir sama yaitu masing-masing 12,44% (2001) dan 12,51`% (2002) di bawah target 13,00%.
· Tahun 2001 terbentuk tabungan pemerintah sebesar Rp 81,68 triliun, karena besarnya penerimaan dalam negeri Rp. 300,60 triliun, sedang pengeluaran rutin Rp 218,92 triliun. Sedang tahun 2002 terbentuk tabungan pemerintah Rp 186,19 triliun, karena penerimaan dalam negeri Rp 304,89 triliun sedang pengeluaran rutin turun menjadi Rp 200,38 triliun.
2. APBN sebagai Alat Stabilisasi Ekonomi
· Pemerintah Orde Baru telah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tindakan-tindakan ini dapat diringkas sebagai berikut :
1) Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total.
2) Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
3) Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
4) Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatassi.
5) Kebijaksanaann anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri.
(Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)
· Relasi ekonomi antara pemerintah dengan perusahaan dan rumah tangga terutama melalui pembayaran pajak dan gaji, pengeluaran konsumsi, dan pemberian subsidi seperti diilustrasikan secara sederhanapada gambar di bawah ini :
Ekonomi Makro dengan Tiga Kelompok Pelaku Ekonomi : pemerintah, Perusahaan dan Rumah Tangga
· Dalam sistem ekonomi tertutup tidak ada perdagangan (ekspor dan impor)
· Tujuan kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi yang lebih mantap artinya tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum. Dengan kata lain tujuan kebijakan fiskal adalah pendapatan nasional riil terus meningkat pada laju yang dimungkinkan oleh perubahan teknologi dan tersedianya faktor-faktor produksi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum (Sumarmoko, 1992).
· Kebijakan fiskal tercermin pada volume APBN yang dijalankan pemerintah, karena APBN memuat rincian seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dengan demikian APBN dipakai oleh pemerintah alat stabilisasi ekonomi.
· Anggaran yang tidak seimbang akan bisa berpengaruh terhadap pendaptan nasional. Perubahan pendapatan nasional (tingkat penghasilan) akan ditentukan oleh besarnya angka multplier (angka pengganda). Angkap engganda ditentukan oleh besarnya marginal propensity to consume investasi (I) dan konsumsi ( C ) adalah 1/(1-MPC), sedangkan untuk lump-sum tax (Tx) dan pembayaran transfer (Tr) adalah MPC/(1-MPC).
· Contoh hipotesis :
Misalkan suatu APBN defisit, dimana Tax (penerimaan) sebesar 10 satuan, G (pengeluaran) sebesar 15 satuan, sedang MPC diketahui 4/5, maka :
- Dengan Tax sebesar 10 satuan, pendapatan nasional akan berkurang sebesar 0,8/(1-0,8)10 = 40 satuan
- Dengan G sebesar 15 satuan, pendapatan nasional akan bertambah sebesar 1/(1-0,8)15 = 75 satuan
- Jadi anggarann defisit tersebut akan menghasilkan tambahan pendapatan nasional sebesar :
(DY) = (DG) – (DTx) = 75 satuan – 40 satuan = 35 satuan.
3. Dampak APBN terhadap Perekonomian
a. Saldo Anggaran Keseluruhan
· Konsep ini ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai :
G – T = B = Bn + Bb + Bf ………………………… (1)
Catatan :
G = Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran transer dan pemberian pinjaman bersih.
T = Seluruh penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak
B = Pinjaman total pemerintah
Bn = Pinjaman pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan
Bb = Pinjaman pemerintah dari sektor perbankan
Bf = Pinjaman pemerintah dari luar negeri
· Pemerintah Orba tidak mengeluarkan obligasi kepada masyarakat, maka saldo anggaran keseluruhan menjadi :
G – T = B = Bb + Bf ……………………………………… (2)
· Tapi APBN di masa Orba dicatat demikian rupa sehingga menjadi anggaran berimbang :
G – T – B = 0 ……………………………………… (3)
· Sejak APBN 2000 saldo anggaran keseluruhann defisit dibiayai melalui:
- Pembiayaan Dalam Negeri :
Ø Perbankan Dalam Negeri
Ø Non Perbankan Dalam Negeri
- Pembiayaan Luar Negeri Bersih
Ø Penarikan pinjaman luar negeri (bruto)
Ø Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri
b. Konsep Nilai Bersih
· Yang dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang dicipotakan oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah terhadap pembentukan modal masyarakat.
· Peningkatan tabungan pemerintah penting bagi Idnoensia untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya pembangunan (utang) dari luar negeri. Namun kelemahan konsep ini hanya mengukur pembentukan modal pemerintah berupa penambahan jumlah aktiva fisik (dalam pos “pengeluaran Pembangunan”), tidak memperhitungkan pembentukan modal manusiawi (dalam pos “pengeluaran Rutin”) seperti gaji guru, dokter, dan lain-lain pengeluaran lancar.
c. Defisiti Domestik
· Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun erhadap neraca pembayaran. Anne Booth mengemukakan perlunya dippisahkan dua dampak APBN yang berbeda terhadap permintaan agregat (G – T), yaitu pengaruhnya terhadap GDP dan pengaruhnya terhadap neraca pembayaran.
· Bila G dan T dipecah menjadi dua bagian (dalam negeri dan luar negeri)
G = Gd + Gf
T = Td + Tf, maka persamaan (2) di atas menjadi
(Gd – Td) + (Gf – Tf) = + Bf
(Gd – Td) = dampak langsung putaran pertama terhadap PDB
(Gf – Tf) = dampak langsaung putaran pertama terhadap neraca pembayaran.
(Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)
· Anwar Nasution menguraikan tentang orientasi domestik dan orientasi domestik dan orientasi luar negeri dengan persamaan anggaran berimbang sebagai berikut ;
G = R ……………. (1) Gf + Gd = Rf + Rd …………. (4)
G = Gf + Gd …….. (2) Gd – Rd = Rf – Gf …………. (5)
R = Rf + Rd ……... (3) Gd = G – Gf …………. (6)
Rd = R – Rf …………. (7)
Keterangan :
G = total pengeluaran, R = Total penerimaan
Gf = bunga/cicilan utang luar negeri + lainnya
Gd = pengeluaran rutin murni + pengeluaran pembangunan
Rf = penerimaan migas + penerimaan pembangunan (utang luar negeri)
Rd = penerimaan non migas
Gf + Gd = Rf + Rd, menunjukkan anggaran berimbang
Gd – Rd = Rf – Gf, menunjukkan defisit anggaran Dn (Gd – Rd) sama atau ditutup dengan surplus (Rf – Gf) anggaran LN
G – Gf = pengeluaran netto domestik
R – Rf = penerimaan netto domestik
· Defisit Anggaran DN (gd – Rd) dalam rupiah dibiayai dengan surplus anggaran Ln (rf – Gf) dalam valuta asing, penukaran semacam ini akan menambah jumlah uang beredar (melalui penambahan base money atau uang primer) jika devisa tadi dibeli langsung oleh Bank Indonesia ataupun bank komersial dengan menciptakan uang giral.
(Anwar Nasution, 1995).
d. Defisiti Moneter Indonesia
· Konsep ini banyak digunakan dikalangan pejabat-pejabat keuangan dan perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan oleh Bank Idnoensia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar”).
Menurut definisi ini, defisit dikur sebagai posisi bersih (netto) pemerintah terhadap sektor perbankan :
G – T – Gf – Gb Karena Bn = 0 (saat itu)
· Di dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih: bantuan luar negeri tidak dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah, tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber pembiayaannya.
(Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
e. Dampak APBN terhadap Sektor Riil, Moneter, Neraca Pembayaran
Bank Indonesia dalam laporan tahunannya menyajikan perhitungan dampak APBN terhadap sektor riil (permintaan dalam negeri), sektor moneter (espansi rupiah pada uang beredar) dan neraca pembayaran (aliran deivsa) lihat lampiran 1,2,3,4.
1) Dampak APBN terhadap sektor Riil
· Stimulus fiskal, melalui pengeluaran konsumsi dan investsai pemerintah tahun 2002 diperkirakan mencapai 11,8% dari PDB, dibawah target yang ditetapkan sebesar 12,5% (Rp 211,26 triliun).
· Selain melakukannn stimulasi fiskal, pemerintah juga melakukan transfer ke sektor sasta dalam bentuk pembayaran bunga utang dalam negeri dan subsidi.
2) Dampak Terhadap Sektor Moneter
· Selama tahun 2002 operasi keuangan pemerintah (rupiah) diperkirakan menimbulkan ekspansi bersih pada uang beredar sebesar Rp 19,5 triliun. Angka ini lebih tinggi sekitar 26,7% dari rencana semula karena tidak tercapainya penerimaan pajak dan lebih tingginya realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri.
· Dibandingkan tahun 2001, maka ekspansi moneter tahun 2002 mengalam penurunan dari Rp 32,2 triliun menjadi Rp 19,5 triliun berkat penurunan yang tajam pembayaran subsidi dari Rp 77,4 triliun menjadi Rp 40.0 triliun.
3) Dampak APBN terhadap Neraca Pembayaran
· Selama tahun 2002 operasi keuangan pemerintah (valuta asing) diperkirakan menghasilkan aliran devisa masuk bersih setara Rp 24,3 trilun, lebih besar dari jumlah ekspansi rupiah (Rp 19,5 triliuan).
· Dari perbandingan dampak rupiah dan valas di atas terlihat bahwa aliran deisa masuk bersih sektor pemerintah lebih besar dari ekspansi rupiah bersih sehingga memungkinkan Bank Indonesia untuk menyerap seluruh ekspansi rupiah tersebut melalui sterilisasi valas.
B. STRUKTUR DAN SUSUNAN APBN
· Struktur dan susunan APBN sejak tahun 1999 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena disusun berdasarkan prinsip anggaran tidak seimbang (anggaran defisit), di mana sumber penerimaan dan sumber pembiayaan dipisahkan dengan tegas pada pos-pos yang berbeda.
· Anggaran defisit lazim digunakan oleh negara yang mengacu pada government Financial Statistik (GFS), seperti Jepang. Dalam APBN sebelumnya, pos untuk menutup defisit berasal dari utang luar negeri (disebut : penerimaan pembangunan) yang dibukukan pada os penerimaan. Dalam APBN tahun 1999, utang luar negeri dimasukkan pada pos : pembiayaan defisit.
· Dalam APBN tahun 1999, besarnya defisit dinyatakan secara ekplisit pada pos “surplus/ defisit anggaran” dan ditutup dengan sumber-sumber yang dinyatakan pada pos “pembiayaan bersih”. Dengan demikian APBN lebih transparan, DPR lebih mudah melakukan review dan pemerintah lebih mudah melakukan konsultasi.
· Struktur dan susunan APBN 2002 terlihat seperti dibawah :
(lihat lampiran : operasi keuangan pemerintah)
A. Pendapatan Negara dan Hibah
1. Penerimaan Pajak
2. Penerimaan Bukan Pajak (PNBK)
B. Belanja Negara
a. Belanja pemerintah pusat
1. Pengeluaran Rutin
2. Pengeluaran Pembangunan
b. Anggaran Belanja untuk Daerah
1. Dana perimbangan
2. Dana otonomi khusus dan penyeimbang
C. Keseimbangan Primer Perbedaan Statistik
D. Surplus/ Defisit Anggaran
E. Pembiayaan
1. Pembiayaan dalam negeri
1) Perbankan Dalam Negeri
2) Non-Perbankan dalam negeri
a. Privatisasi
b. Penjualan aset program restruk perbankan
c. Penjualan obligasi pemerintah
2. Pembiayaan Luar Negeir (Neto)
1) Penarikan pinjaman Ln (bruto)
a. Pinjaman program
b. Pinjaman proyek
2) Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri
C. PRINSIP-PRINSIP DALAM APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip : prinsip anggaran berimbang (balance budget), prinsip anggaran dinamis dan prinsip anggaran fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995).
Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit.
1. Prinsip Anggaran Defisit
· Bedanya dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan :
(1) Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
(2) Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN + sumber pembiayaan LN (bersih)
· Sebagai perbandingan dapat diringkas sebagai berikut :
Anggaran Defisit Anggaran Berimbang
PNH – BN = DA PDN – PR = TP
DA = PbDN + PbLN DAP = AP – TP
PbDN = PkDN + Non – Pk DN
PbLN = PPLN – PC PULN
Keterangan : Keterangan :
PNH = pendapatan negara PDN = Pendapatan DN
dan hibah PR = pengeluaran rutin
BN = belanja negara TP = tabungan pemerintah
DA = defisit Anggaran DAP = defisit anggaran pembangunan
PbDN = pembiayaan DN AP = anggaran pembangunan
PkDN = Perbankan DN BLN = bantuan luar negeri
Non-PkDN = Non-Perbankan DN
PbLN = pembiayaan LN
PPLN = penerimaan pinjaman LN
PCPULN = pembayaran cicilan pokok Utang luar Negeri
2. Prinsip Anggaran Dinamis
· Ada anggaran dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan bersifat dinamis absolut apabila TP dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (DTP) terus meningkat atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri terus menurun.
· Anggaran dinamis relatif dapat dihitung dengan cara :
(1) Prosentase perubahan TP (DTP)
TPx - TP(x-1)
DTP = ---------------------- . 100%
TP(x-1)
(2) Prosentase Ketergantungan Pembiayaan
BLN
Bi = -------------- . 100%
DP
Keterangan :
TPz = tabungan pemerintah tahun x
TP(x-1) = tabungan pemerintah tahun sebelumnya
B1 = tingkat ketergantungan pembiayaan dari bantuan LN
3. Prinsip Anggaran Fungsional
· Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
· Di sini perlu kiranya diberi tolok ukur kuantitatif untuk menentukann sampai seberapa jauh makna kata “sebagai pelengkap” misalnya :
1) Bila nilai Ri : > 50% = bantuan/pinjaman luar negeri sebagai sumber daya utama
2) Bila nilai Ri : 20% - 50% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana penting.
3) Bila nilai Ri : < 20% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana pelengkap
· Pada tahun 1974/1975 nilai Ri sebesar 213,9% (terkecil) dan tahun 1988/ 1989 nilainya 81,5% (terbesar). Selama Pelita I sampai Pelita V, rata-rata nilai Ri sebesar 46,3%. Jadi selama 25 tahun membangun, bantuan/ pinjaman luar negeri masih merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan di Indonesia .
D. INSTRUMEN DAN ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL
· Karena disadari adanya pengaruh-pengaruh penerimaan maupun pengeluaran pemerintah terhadap besarnya pendapatan nasional, maka timbul gagsan untuk dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan pem,erintah inilah yang kita kenal dengan kebijakan fiskal (Suparmoko, 1992).
· Bagaimaan pemerintah melakukan kebijakan fiskal tergantung pada kondisi (perkembangan) ekonomi dan tujuan yagningin dicapai. Ada beberapa kebijakan fiskal yang masing-masing akan menentukan yang digunakan.
1. Instrumen Kebijakan Fiskal
1) Pembiayaan fungsional
· Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akbiat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional.
· Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah.
· Sedang pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang ada di masyarakat.
2) Pengeluaran Anggaran
· Pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman dipergunakan secara terpadu untuk mencapai kestabilan ekonomi.
· Dalam jangka panjang diusahakan adanya anggaran belanja seimbang. Namun pada masa depresi digunakan anggaran defisit, sedang dalam masa inflasi digunakan anggaran belanja surplus.
2. Analisis Kebijakan Fiskal
· Kebijakan fiskal tahun anggaran 1999/2000 diarahkan pada empat sasaran utama : (Laporan Bank Indonesia tahun 1999)
1) Menciptakan stimulus fiskal
Guna menciptakan stimulus fiskal dengan sasaran penerimaan manfaat yang lebih tepat, pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan administratif dan menciptakan mekanisme penyaluran dana secara transparan (dana JPS)
2) Memperkuat Basis Penerimaan
Upaya memperkuat basis penerimaan ditempuh melalui perbaikan administrasi dan struktur pajak, ekstensifikasi penerimaan pajak dan bukan pajak, seperti penjualan saham BUMn, penjualan asset BPPN.
3) Mendukung Program Rekapitalisasi Perbankan
Upaya untuk menunjang program rekapitalisasi dan penyehatan perbankan dilakukan dengan memasukkan biaya restruktursiasi perbankan ke dalam APBN.
4) Mempertahankan Prinsip Pembiayaan Defisit
· Pemerintah tetap memeprtahankan prinsip untuk tidak menggunakan pembiayaan defisit anggaran dari bank sentral dan bank-bank di dalam negeri.
· Pemerintah tetap mengupayakan pinjaman dari luar negeri, yang diperboleh dari lembaga keuangan internasional seperti bank Dunia, ADB, dan OECF serta sejumlah negara sahabat secara bilateral, terutama dalam kerangka CGI.
· Dengan menempuh kebijakan fiskal seperti di atas, secara keseluruhan operasi keuangan pemerintah sampai dengan Desember 1999 mencapai defisit sebesar Rp 3,2 triliun atau 4% dari pada PDB.
· Dalam tahun 2002, kebijakan keuangann negara diarahkan pada upaya untuk mewujudkann ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability). Untuk itu ada dua langkah strategis yang tergambar dalam penyusunan APBN 2002.
1) Mengupayakan volume dan rasio defisit anggaran terhadap PDB menurun
2) Menurunkan Rasio posisi utang pemerintah – baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri terhadap PDB.
· Oleh karena itu pemerintah mempersiapkan langkah-langkah guna meningkatkan pendapatan negara, mengendalikan belanja negara, dan mengoptimalkan pilihan pembiayaan defisit anggaran.
1) Penurunan defisit anggaran diupayakan dengan meningkatkan penerimaan terutama dengan mengoptimalkan penghimpunan pajak melalui perluasan basis pajak dan lebih mengefisienkan pengeluaran.
2) Disisi pembiayaan, pemerintah berupaya mengoptimalkan hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan.
3) Dari penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan privatrisasi, pemerintah menggunakan sebagian hasilnya untuk mengurangi posisi utang dalam negeri.
(Laporan Bank Indonesia tahun 2001)
· Dengan langkah-langkah kebijakan fiskal seperti di atas, maka realisasi APBN 2002 mencatat defisit anggaran sebesar Rp 27,67 trilin (1,66% dari PDB) menurun dibandingkan defisit APBN 2001 sebesar Rp 40,48 triliun (2,72% dari PDB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar