Sabtu, 24 September 2011

Kebijakan Fiskal dan Keuangan Negara

Kebijakan Fiskal dan Keuangan Negara
 SUKANTO S.E, Msi

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :

1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang sangat penting dalam rangka :
• Membantu memperkecil fluktuasi dari siklus usaha
• Mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang sustainable, kesempatan kerja yang tinggi
• Membebaskan dari inflasi yang tinggi atau bergejolak

Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2005-2007

Sejak tahun 2005, Pemerintah yang sedang berjalan mengimplementasikan strategi pembangunan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro growth), sekaligus mengurangi pengangguran (pro job) dan kemiskinan (pro poor). Tiga pilar sasaran pembangunan tersebut secara konsisten menjadi acuan Pemerintah dalam melaksanakan seluruh kebijakan fiskal yang mampu memacu pertumbuhan sektor riil  sekaligus menjaga kesinambungan fiskal dan stabilitas ekonomi makro. Kesinambungan fiskal dilakukan melalui pmberian stimulus fiskal yang tetap menjaga keseimbangan fiskal, serta pengendalian rasio tang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu, stabilitas ekonomi makro ddipantau dari tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar yang stabil, suku bunga yang relatif rendah, dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.



Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2008-2009

Pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2009 adalah sebagai berikut:
(1) pendapatan Negara dan hibah Rp1.124,0 triliun (21,2 persen PDB);
Untuk mencapai target perpajakan dalam tahun 2009 tersebut, akan ditempuh berbagai macam langkah kebijakan diantaranya: (i) intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan; (ii) pelaksanaan amandamen Undang-undang PPh sebagai bagian dari mandemen Undang-undang KUP; (iii) peningkatan kepatuhan wajib pajak sebagai hasil pemberlakuan sunset policy tahun 2008; (iv) peningkatan kepatuhan wajib pajak sebagai dampak pemberlakuan ekspansi tugas KPU DJBC yang dilakukan tahun 2008; dan (v) pengimplementasian ASEAN Single Window.
(2)   belanja negara Rp1.203,3 triliun  22,7persen PDB);
volume belanja negara dalam tahun 2009 maka akan diupayakan peningkatan kualitas belanja, terutama melalui: (i) perbaikan efisiensi dan penajaman prioritas belanja; (ii) penyusunan anggaran berbasis kinerja; dan (iii) penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah. Prioritas belanja negara dalam tahun 2009 akan diarahkan pada: (i) peningkatan anggaran pendidikan; (ii) perbaikan kesejahteraan aparatur Negara dan pensiunan; (iii) peningkatan stimulus melalui pembangunan sarana dan prasarana pembangunan, seperti jalan, jembatan, bandara, irigasi, jaringan listrik, dan rel kereta api; dan (iv) perlindungan sosial, antara lain melalui program BOS dan beasiswa pendidikan, Jamkesmas, PNPM, dan BLT.
Untuk mengendalikan beban subsidi BBM dan Listrik dalam tahun 2009, pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah penghematan subsidi energi, antara lain meliputi:
(i) percepatan dan perluasan program konversi BBM ke LPG; (ii) pengurangan besaran biaya distribusi dan margin (alpha) pengadaan BBM impor dan dalam negeri;
(iii) pemanfaatan energi alternatif (batubara, gas, panas bumi, air dan bahan baker nabati);
(iv) penerapan TDL sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pelanggan 6.600 kVA ke atas;
(v) perluasan penerapan kebijakan tarif insentif dan disinsentif di atas 3.300 kVA.

(3) defisit anggaran Rp79,4 triliun (1,5 persen PDB);
(4) rasio stok utang pemerintah mendekati 30 persen PDB;
(5) pelaksanaan amandemen UU PPh dan PPN untuk memberikan insentif bagi perekonomian nasional;
(6) pengendalian (capping) subsidi BBM dan Listrik;
(i) besaran subsidi BBM sesuai dengan UU APBN dengan toleransi alokasi maksimum sampai harga ICP US$160;
 (ii) dampak neto perubahan harga minyak terhadap APBN tidak menambah defisit APBN; dan/atau
(iii) rasio harga BBM bersubsidi antara domestik dan internasional dijaga konstan pada tingkat tertentu.
(7) reformulasi dana perimbangan yang lebih memperhatikan keseimbangan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah; serta
(8) pelaksanaan amandemen UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah guna mendorong investasi di daerah dan mengakomodasi kebijakan transportasi darat serta pengendalian konsumsi BBM.

Sejalan dengan tema pembangunan nasional yaitu “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Dan Pengurangan Kemiskinan”, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2009 diarahkan kepada upaya mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan.

Di samping hal tersebut di atas, kebijakan alokasi anggaran akan tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Alokasi anggaran dalam tahun 2009 diletakkan pada: (i) belanja investasi, terutama di bidang infrastruktur dasar untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional; (ii) bantuan sosial, terutama untuk menyediakan pelayanan dasar kepada masyarakat, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat (PNPM); (iii) perbaikan penghasilan dan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (iv) peningkatan kualitas pelayanan dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan; (v) penyediaan subsidi untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa pada tingkat yang terjangkau masyarakat; serta (vi) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang.

Strategi Kebijakan Fiskal tahun 2009

Sementara itu strategi kebijakan fiskal tahun 2009 meliputi: (i) pengendalian (capping) subsidi BBM dan listrik; (ii) memperhitungkan pelaksanaan amandemen UU PPh dan PPN; (iii)  eformulasi dana perimbangan dengan memasukkan beban subsidi BBM dan subsidi pupuk sebagai variabel penerimaan dalam negeri (PDN) dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU); (iv) pelaksanaan amandemen UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD); (v) belanja kementerian negara dan lembaga (K/L) Rp312,6 triliun.

Berdasarkan arah dan strategi kebijakan fiskal di atas, maka postur RAPBN 2009 akan meliputi pokok-pokok besaran sebagai berikut :

a. Pendapatan Negara dan Hibah diperkirakan sebesar Rp1.124,0 triliun (21,2 persen terhadap PDB), yang terinci dalam penerimaan perpajakan sebesar Rp748,9 triliun (14,1 persen terhadap PDB), penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp374,1 triliun (7,1 persen terhadap PDB), dan hibah sebesar Rp0,9 triliun;
b. Total Belanja Negara diperkirakan sebesar Rp1.203,3 triliun (22,7 persen terhadap PDB), yang terinci dalam belanja pemerintah pusat sebesar Rp867,2 triliun (16,4 persen terhadap PDB), dan transfer ke daerah sebesar Rp336,2 triliun (6,3 persen terhadap PDB);
c. Keseimbangan Primer (primary balance) diperkirakan sebesar Rp29,9 triliun (0,6 persen terhadap PDB), sedangkan secara keseluruhan RAPBN 2009 diperkirakan mengalami defisit  sebesar Rp79,4 triliun (1,5 persen terhadap PDB);
d. Pembiayaan Defisit dalam RAPBN 2009 bersumber dari dalam negeri sebesar Rp93,0 triliun (1,8 persen terhadap PDB), dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar minus Rp13,6 triliun (0,3 persen terhadap PDB).


Peran Strategis Kebijakan Fiskal

Salah satu perangkat yang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk mencapai sasaran pembangunan di atas adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro di dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada perekonomian untuk bertumbuh. Sebaliknya, dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Itu sebabnya, kebijakan fiskal memiliki fungsi strategis di dalam mempengaruhi perekonomian dan mencapai sasaran pembangunan.

Dampak dari kebijakan fiskal pada perekonomian pada tahun 2009 dapat dilihat dari dampak
RAPBN 2009 terhadap tiga besaran pokok:
Dampak terhadap sektor riil (permintaan agregat). Dalam RAPBN 2009, komponen konsumsi pemerintah mencapai Rp520,1 triliun atau sekitar 9,8 persen terhadap PDB. Sedangkan komponen pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) mencapai Rp171,1 triliun atau sekitar 3,2 persen terhadap PDB. Dengan demikian sejalan dengan peran fiskal dalam memacu perekonomian nasional, maka total dampak RAPBN 2009 pada sector riil diperkirakan mencapai Rp691,1 triliun (13,1 persen terhadap PDB), atau meningkat 18,3 persen dari perkiraan realisasinya dalam tahun 2008. Dengan stimulus belanja barang dan jasa serta PMTDB, maka perekonomian dapat dipacu lebih tinggi;
Dampak terhadap sektor moneter. Secara total, transaksi keuangan pemerintah dalam RAPBN 2009 secara total diperkirakan berdampak ekspansif, yaitu sebesar Rp290,5 triliun (5,5 persen terhadap PDB). Tingkat ekspansi rupiah dalam tahun 2009 tersebut menunjukkan peningkatan 3,7 persen dari tingkat ekspansi rupiah dalam perkiraan realisasi APBN-P 2008. Hal ini konsisten dengan upaya pemerintah untuk memberikan stimulus fiskal secara terukur dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi melalui belanja pemerintah. Dengan stimulus ini diharapkan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 akan meningkat lebih tinggi;
Dampak Neraca Pembayaran (Cadangan Devisa). Secara keseluruhan dampak neraca pembayaran dalam RAPBN 2009 diperkirakan dapat meningkatkan cadangan devisa nasional sebesar Rp202,0 triliun (3,8 persen PDB), atau mengalami peningkatan 9,7 persen dari kinerja yang sama dalam perkiraan realisasi APBN-P 2008. Perlu dicatat, seperti juga yang terjadi di negara-negara lain, dewasa ini kebijakan fiscal masih sangat penting, namun perannya sebagai sumber pertumbuhan (source of growth) cenderung berkurang dibandingkan dengan peran sektor swasta yang memang diharapkan akan semakin meningkat. Dewasa ini dan di masa depan, peran pemerintah lebih difokuskan sebagai regulator.

Peran lain yang juga amat penting dari kebijakan fiskal adalah peran redistribusi dan alokasi anggaran pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal dapat dipergunakan untuk mempengaruhi sektor-sektor ekonomi atau kegiatan tertentu, untuk menyeimbangkan pertumbuhan pendapatan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau antargolongan pendapatan. Peran kebijakan fiskal juga menjadi penting di dalam menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam, wabah penyakit, dan konflik sosial. Di dalam peran strategis kebijakan fiskal, hal lain yang tak boleh dilupakan adalah proses politik anggaran yang terdiri dari perencanaan, implementasi, dan pertanggungjawaban kebijakan fiskal. Hal ini menjadi penting, mengingat Indonesia adalah negara yang sedang dalam transisi menuju demokratisasi. Implikasinya, kebijakan fiskal direncanakan, ditetapkan dan dilaksanakan melalui proses yang transparan dan prosedur yang relative panjang, dan harus melibatkan peran dan persetujuan berbagai pihak. Ini adalah konsekuensi logis dari peningkatan transparansi, demokratisasi dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, kunci keberhasilan kebijaksanaan fiskal akan sangat terletak pada pemahaman bersama akan pentingnya perencanaan yang baik, pelaksanaan yang efektif, dan pertanggungjawaban kebijakan fiscal yang akuntabel dari seluruh aparat yang terkait dan masyarakat sebagai penerima manfaat kebijakan fiskal.

Strategi Kebijakan Fiskal tahun 2009

Sementara itu strategi kebijakan fiskal tahun 2009 meliputi: (i) pengendalian (capping) subsidi BBM dan listrik; (ii) memperhitungkan pelaksanaan amandemen UU PPh dan PPN; (iii)  eformulasi dana perimbangan dengan memasukkan beban subsidi BBM dan subsidi pupuk sebagai variabel penerimaan dalam negeri (PDN) dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU); (iv) pelaksanaan amandemen UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD); (v) belanja kementerian negara dan lembaga (K/L) Rp312,6 triliun.



KEBIJAKAN FISKAL

 PEMBAHASAN MATERI

PENDAHULUAN
·        Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 antara lain menegaskan bahwa pemerintah harus menyusun anggaran moneter yang terdiri dari empat komponen, yaitu : a) Anggaran rutin, b) Anggaran pembangunan, c) Anggaran kredit dan
d) Anggaran devisa.
·        Dari empat komponen anggaran ini yang ditetapkann dengan undang-undang tiap tahun hanya komponen : a) angggaran rutin dan b) anggaran pembangunan, yang kita kenal dengan undang-undang APBN.
·        Mengenai komponen c) anggaran kredit dan d) anggaran devisa, sejak Order Baru tidak lagi ditetapkan dengan udang-undang.
·        Dalam perencanaan anggaran rutin yang pegang peranan adalah Mentgeri Keuangan dengan aparatnya Direktorat Jenderal Anggaran. Sedangkan perencanaan anggaran pembangunan yang pegang peranan adalah ketua BAPPENAS. Mengenai anggaran kredit dan anggaran deivsa yang sekarang merupakan prognosa, perencanaannya ditangan Gubernur Bank Indonesia.
(Suparmoko, 1992).

A.     Fungsi dan Peran APBN
·        APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi  dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahuns ering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).
·        Baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah pasti mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary). Timbullah gagasan untuk dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi (Suparmoko, 1992).
·        Rincian tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya akan nampak dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jadi melalui indikator APBN dapat dianalisis seberarpa jauh peran pemerintah dalam kegiatan perekonomian nasional (Suseno, 1995).

1.      APBN Sebagai Alat Mobilisasi Dana Investasi
·        Sumber dana investasi beasal dari tabungan (saving). Sumber dana investasi swasata (perusahaan) berasal dari tabungan masyarakat yang terhimpun pada lembaga keuangan bank. Sedangkan sumber dana invstasi pemerintah berasal dari tabungan pemerintah. Tabungan pemerintah terbentuk dari sisa penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
·        Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak (PNBP). Bagian terbesar dari penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan pajak. Untuk APBN 2001 dan 2002, masing-masing penerimaan pajak sebesar Rp 185,54 triliun (61,72%) dan Rp 214,71 triliun (70,42%). Jumlahnya mengalami kenaikan, namuin rasionaya terhadap PDB hampir sama  yaitu masing-masing 12,44% (2001) dan 12,51`% (2002) di bawah target 13,00%.
·        Tahun 2001 terbentuk tabungan pemerintah sebesar Rp 81,68 triliun, karena besarnya penerimaan dalam negeri Rp. 300,60 triliun, sedang pengeluaran rutin Rp 218,92 triliun. Sedang tahun 2002 terbentuk tabungan pemerintah Rp 186,19 triliun, karena penerimaan dalam negeri Rp 304,89 triliun sedang pengeluaran rutin turun menjadi Rp 200,38 triliun.

2.      APBN sebagai Alat Stabilisasi Ekonomi
·        Pemerintah Orde Baru telah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tindakan-tindakan ini dapat diringkas sebagai berikut :
1)      Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total.
2)      Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
3)      Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
4)      Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatassi.
5)      Kebijaksanaann anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri.
(Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)
·        Relasi ekonomi antara pemerintah dengan perusahaan dan rumah tangga terutama melalui pembayaran pajak dan gaji, pengeluaran konsumsi, dan pemberian subsidi seperti diilustrasikan secara sederhanapada gambar di bawah ini :


Ekonomi Makro dengan Tiga Kelompok Pelaku Ekonomi : pemerintah, Perusahaan dan Rumah Tangga

 
·        Dalam sistem ekonomi tertutup tidak ada perdagangan (ekspor dan impor)
·  Tujuan kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi yang lebih mantap artinya tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum. Dengan kata lain tujuan kebijakan fiskal adalah pendapatan nasional riil terus meningkat pada laju yang dimungkinkan oleh perubahan teknologi dan tersedianya faktor-faktor produksi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum (Sumarmoko, 1992).
·        Kebijakan fiskal tercermin pada volume APBN yang dijalankan pemerintah, karena APBN memuat rincian seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dengan demikian APBN dipakai oleh pemerintah alat stabilisasi ekonomi.
·        Anggaran yang tidak seimbang akan bisa berpengaruh terhadap pendaptan nasional. Perubahan pendapatan nasional (tingkat penghasilan) akan ditentukan oleh besarnya angka multplier (angka pengganda). Angkap engganda ditentukan oleh besarnya marginal propensity to consume investasi (I) dan konsumsi  ( C ) adalah 1/(1-MPC), sedangkan untuk lump-sum tax (Tx) dan pembayaran transfer (Tr) adalah MPC/(1-MPC).
·        Contoh hipotesis :
Misalkan suatu APBN defisit, dimana Tax (penerimaan) sebesar 10 satuan, G (pengeluaran) sebesar 15  satuan, sedang MPC diketahui 4/5, maka :
-         Dengan Tax sebesar 10 satuan, pendapatan nasional akan berkurang sebesar 0,8/(1-0,8)10 = 40 satuan
-         Dengan G sebesar 15 satuan, pendapatan nasional akan bertambah sebesar 1/(1-0,8)15 = 75 satuan
-         Jadi anggarann defisit tersebut akan menghasilkan tambahan pendapatan nasional sebesar :
(DY) = (DG) – (DTx) = 75 satuan – 40 satuan = 35 satuan.

3.      Dampak APBN terhadap Perekonomian
Ada beberapa cara untuk menggolongkan pos-pos penerimaan dan pengeluaran yang masing-masing menghasilkan tolok ukur yang berbeda mengenai dampak APBN nya. Tergantung pada tujuan analisa kita, suatu tolok ukur mungkin lebih cocok dari tolok ukur yang lain. Ada empat tolok ukur dampak APBN, yaitu : saldo anggaran keseluruhan konsep nilai bersih,d efisit domestik dan defisit moneter (Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).

a.       Saldo Anggaran Keseluruhan 
·        Konsep ini ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai :

G – T = B = Bn + Bb + Bf ………………………… (1)

Catatan :
G     =   Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri), pembayaran transer dan pemberian pinjaman bersih.
T      =   Seluruh penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak
B      =   Pinjaman total pemerintah
Bn    =   Pinjaman pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan
Bb    =   Pinjaman pemerintah dari sektor perbankan
Bf     =   Pinjaman pemerintah dari luar negeri

·        Pemerintah Orba tidak mengeluarkan obligasi kepada masyarakat, maka saldo anggaran keseluruhan menjadi :

G – T = B = Bb + Bf         ……………………………………… (2)

·        Tapi APBN di masa Orba dicatat demikian rupa sehingga menjadi anggaran berimbang  :

G – T – B = 0                   ……………………………………… (3)

·        Sejak APBN 2000 saldo anggaran keseluruhann defisit dibiayai melalui:
-         Pembiayaan Dalam Negeri :
Ø      Perbankan Dalam Negeri
Ø      Non Perbankan Dalam Negeri
-         Pembiayaan Luar Negeri Bersih
Ø      Penarikan pinjaman luar negeri (bruto)
Ø      Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri

b.      Konsep Nilai Bersih
·        Yang dimaksud defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang dicipotakan oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah terhadap pembentukan modal masyarakat.
·        Peningkatan tabungan pemerintah penting bagi Idnoensia untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya pembangunan (utang) dari luar negeri. Namun kelemahan konsep ini hanya mengukur pembentukan modal pemerintah berupa penambahan jumlah aktiva fisik (dalam pos “pengeluaran Pembangunan”), tidak memperhitungkan pembentukan modal manusiawi (dalam pos “pengeluaran Rutin”) seperti gaji guru, dokter, dan lain-lain pengeluaran lancar.

c.       Defisiti Domestik
·        Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun erhadap neraca pembayaran. Anne Booth mengemukakan perlunya dippisahkan dua dampak APBN yang berbeda terhadap permintaan agregat (G – T), yaitu pengaruhnya terhadap GDP dan pengaruhnya terhadap neraca pembayaran.
·        Bila G dan T dipecah menjadi dua bagian (dalam negeri dan luar negeri)
G = Gd + Gf
T = Td + Tf, maka persamaan (2) di atas menjadi
(Gd – Td) + (Gf – Tf) = + Bf
(Gd – Td)  = dampak langsung putaran pertama terhadap PDB
(Gf – Tf)     =  dampak langsaung putaran pertama terhadap neraca pembayaran.
(Anne Booth dan Peter McCawley, 1990)
·        Anwar Nasution menguraikan tentang orientasi domestik dan orientasi domestik dan orientasi luar negeri dengan persamaan anggaran berimbang sebagai berikut ;
G = R ……………. (1)    Gf + Gd = Rf + Rd …………. (4)
G = Gf + Gd …….. (2)     Gd – Rd = Rf – Gf  ………….            (5)
R = Rf + Rd ……... (3)               Gd = G – Gf  ………….            (6)
          Rd = R – Rf  ………….            (7)

Keterangan :
G = total pengeluaran, R = Total penerimaan
Gf = bunga/cicilan utang luar negeri + lainnya
Gd = pengeluaran rutin murni + pengeluaran pembangunan
Rf = penerimaan migas + penerimaan pembangunan (utang luar negeri)
Rd = penerimaan non migas
Gf + Gd = Rf + Rd, menunjukkan anggaran berimbang
Gd – Rd = Rf – Gf, menunjukkan defisit anggaran Dn (Gd – Rd) sama atau ditutup dengan surplus (Rf – Gf) anggaran LN
G – Gf = pengeluaran netto domestik
R – Rf = penerimaan netto domestik
·        Defisit Anggaran DN (gd – Rd) dalam rupiah dibiayai dengan surplus anggaran Ln (rf – Gf) dalam valuta asing, penukaran semacam ini akan menambah jumlah uang beredar (melalui penambahan base money atau uang primer) jika devisa tadi dibeli langsung oleh Bank Indonesia ataupun bank komersial dengan menciptakan uang giral.
(Anwar Nasution, 1995).

d.      Defisiti Moneter Indonesia
·        Konsep ini banyak digunakan dikalangan pejabat-pejabat keuangan dan perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan oleh Bank Idnoensia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar”).
Menurut definisi ini, defisit dikur sebagai posisi bersih (netto) pemerintah terhadap sektor perbankan :

G – T – Gf – Gb Karena Bn = 0 (saat itu)

·        Di dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih: bantuan luar negeri tidak dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah, tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber pembiayaannya.
(Anne Booth dan Peter McCawley, 1990).

e.       Dampak APBN terhadap Sektor Riil, Moneter, Neraca Pembayaran
Bank Indonesia dalam laporan tahunannya menyajikan perhitungan dampak APBN terhadap sektor  riil (permintaan dalam negeri), sektor moneter (espansi rupiah pada uang beredar) dan neraca pembayaran (aliran deivsa) lihat lampiran 1,2,3,4.
1)      Dampak APBN terhadap sektor Riil
·        Stimulus fiskal, melalui pengeluaran konsumsi dan investsai pemerintah tahun 2002 diperkirakan mencapai 11,8% dari PDB, dibawah target yang ditetapkan sebesar 12,5% (Rp 211,26 triliun).
·        Selain melakukannn stimulasi fiskal, pemerintah juga melakukan transfer ke sektor sasta dalam bentuk pembayaran bunga utang dalam negeri dan subsidi.
2)      Dampak Terhadap Sektor Moneter
·        Selama tahun 2002 operasi keuangan pemerintah (rupiah) diperkirakan menimbulkan ekspansi bersih pada uang beredar sebesar Rp 19,5 triliun. Angka ini lebih tinggi sekitar 26,7% dari rencana semula karena tidak tercapainya penerimaan pajak dan lebih tingginya realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri.
·        Dibandingkan tahun 2001, maka ekspansi moneter tahun 2002 mengalam penurunan dari Rp 32,2 triliun menjadi Rp 19,5 triliun berkat penurunan yang tajam pembayaran subsidi dari Rp 77,4 triliun menjadi Rp 40.0 triliun.
3)      Dampak APBN terhadap Neraca Pembayaran
·        Selama tahun 2002 operasi keuangan pemerintah (valuta asing) diperkirakan menghasilkan aliran devisa masuk bersih setara Rp 24,3 trilun, lebih besar dari jumlah ekspansi rupiah (Rp 19,5 triliuan).
·        Dari perbandingan dampak rupiah dan valas di atas terlihat bahwa aliran deisa masuk bersih sektor pemerintah lebih besar dari ekspansi rupiah bersih sehingga memungkinkan Bank Indonesia untuk menyerap seluruh ekspansi rupiah tersebut melalui sterilisasi valas.

B.     STRUKTUR DAN SUSUNAN APBN
·        Struktur dan susunan APBN sejak tahun 1999 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena disusun berdasarkan prinsip anggaran tidak seimbang (anggaran defisit), di mana sumber penerimaan dan sumber pembiayaan dipisahkan dengan tegas pada pos-pos yang berbeda.
·        Anggaran defisit lazim digunakan oleh negara yang mengacu pada government Financial Statistik (GFS), seperti Jepang. Dalam APBN sebelumnya, pos untuk menutup defisit berasal dari utang luar negeri (disebut : penerimaan pembangunan) yang dibukukan pada os penerimaan. Dalam APBN tahun 1999, utang luar negeri dimasukkan pada pos : pembiayaan defisit.
·        Dalam APBN tahun 1999, besarnya defisit dinyatakan secara ekplisit pada pos “surplus/ defisit anggaran” dan ditutup dengan sumber-sumber yang dinyatakan pada pos “pembiayaan bersih”. Dengan demikian APBN lebih transparan, DPR lebih mudah melakukan review dan pemerintah lebih mudah melakukan konsultasi.
·        Struktur dan susunan APBN 2002 terlihat seperti dibawah :
(lihat lampiran : operasi keuangan pemerintah)
A.     Pendapatan Negara dan Hibah
1.      Penerimaan Pajak
2.      Penerimaan Bukan Pajak (PNBK)
B.     Belanja Negara
a.       Belanja pemerintah pusat
1.      Pengeluaran Rutin
2.      Pengeluaran Pembangunan
b.      Anggaran Belanja untuk Daerah
1.      Dana perimbangan
2.      Dana otonomi khusus dan penyeimbang
C.     Keseimbangan Primer  Perbedaan Statistik
D.     Surplus/ Defisit Anggaran
E.      Pembiayaan
1.      Pembiayaan dalam negeri
1)      Perbankan Dalam Negeri
2)      Non-Perbankan dalam negeri
a.       Privatisasi
b.      Penjualan aset program restruk perbankan
c.       Penjualan obligasi pemerintah
2.      Pembiayaan Luar Negeir (Neto)
1)      Penarikan pinjaman Ln (bruto)
a.       Pinjaman program
b.      Pinjaman proyek
2)      Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri

C.     PRINSIP-PRINSIP DALAM APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip : prinsip anggaran berimbang (balance budget), prinsip anggaran dinamis dan prinsip anggaran fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995).
Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit.
1.      Prinsip Anggaran Defisit
·        Bedanya dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan :
(1)   Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
(2)   Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN + sumber pembiayaan LN (bersih)
·        Sebagai perbandingan dapat diringkas sebagai berikut :
Anggaran Defisit                                   Anggaran Berimbang
PNH – BN = DA                                 PDN – PR    = TP
DA = PbDN + PbLN                           DAP = AP – TP
       PbDN = PkDN + Non – Pk DN  
       PbLN  = PPLN – PC PULN
Keterangan :                                         Keterangan :
PNH    = pendapatan negara                PDN = Pendapatan DN
               dan  hibah                              PR    = pengeluaran rutin
BN       = belanja negara                       TP    = tabungan pemerintah
DA       = defisit Anggaran                     DAP = defisit anggaran pembangunan
PbDN  = pembiayaan DN                    AP    = anggaran pembangunan
PkDN  = Perbankan DN                      BLN  = bantuan luar negeri
Non-PkDN = Non-Perbankan DN
PbLN   = pembiayaan LN
PPLN  = penerimaan pinjaman LN
PCPULN = pembayaran cicilan pokok Utang luar Negeri


2.      Prinsip Anggaran Dinamis
·        Ada anggaran dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan bersifat dinamis absolut apabila TP dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (DTP) terus meningkat atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri terus menurun.
·        Anggaran dinamis relatif dapat dihitung dengan cara :
(1)   Prosentase perubahan TP (DTP)
TPx  - TP(x-1)
DTP =   ---------------------- . 100%
    TP(x-1)

(2)   Prosentase Ketergantungan Pembiayaan
      BLN
Bi = -------------- . 100%
       DP

Keterangan :
TPz             = tabungan pemerintah tahun x
TP(x-1)         = tabungan pemerintah tahun sebelumnya
B1              = tingkat ketergantungan pembiayaan dari bantuan LN

3.      Prinsip Anggaran Fungsional
·        Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
·        Di sini perlu kiranya diberi tolok ukur kuantitatif untuk menentukann sampai seberapa jauh makna kata “sebagai pelengkap” misalnya :
1)      Bila nilai Ri : > 50% = bantuan/pinjaman luar negeri sebagai sumber daya utama
2)      Bila nilai Ri : 20% - 50% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana  penting.
3)      Bila nilai Ri : < 20% = bantuan/ pinjaman luar negeri sebagai sumber dana pelengkap
·        Pada tahun 1974/1975 nilai Ri sebesar 213,9% (terkecil) dan tahun 1988/ 1989 nilainya 81,5% (terbesar). Selama Pelita I sampai Pelita V, rata-rata nilai Ri sebesar 46,3%. Jadi selama 25 tahun membangun, bantuan/ pinjaman luar negeri masih merupakan sumber dana yang penting bagi pembiayaan pembangunan di Indonesia.


D.     INSTRUMEN DAN ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL
·        Karena disadari adanya pengaruh-pengaruh penerimaan maupun pengeluaran pemerintah terhadap besarnya pendapatan nasional, maka timbul gagsan untuk dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan pem,erintah inilah yang kita kenal dengan kebijakan fiskal (Suparmoko, 1992).
·        Bagaimaan pemerintah melakukan kebijakan fiskal tergantung pada kondisi (perkembangan) ekonomi dan tujuan yagningin dicapai. Ada beberapa kebijakan fiskal yang masing-masing akan menentukan yang digunakan.

1.      Instrumen Kebijakan Fiskal
1)      Pembiayaan fungsional
·         Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akbiat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional.
·        Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah.
·        Sedang pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana yang ada di masyarakat.

2)      Pengeluaran Anggaran
·        Pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman dipergunakan secara terpadu untuk mencapai kestabilan ekonomi.
·        Dalam jangka panjang diusahakan adanya anggaran belanja seimbang. Namun pada masa depresi digunakan anggaran defisit, sedang dalam masa inflasi digunakan anggaran belanja surplus.

2.      Analisis Kebijakan Fiskal
·        Kebijakan fiskal tahun anggaran 1999/2000 diarahkan pada empat sasaran utama : (Laporan Bank Indonesia tahun 1999)
1)      Menciptakan stimulus fiskal
Guna menciptakan stimulus fiskal dengan sasaran penerimaan manfaat yang lebih tepat, pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan administratif dan menciptakan mekanisme penyaluran dana secara transparan (dana JPS)
2)      Memperkuat Basis Penerimaan
Upaya memperkuat basis penerimaan ditempuh melalui perbaikan administrasi dan struktur pajak, ekstensifikasi penerimaan pajak dan bukan pajak, seperti penjualan saham BUMn, penjualan asset BPPN.
3)      Mendukung Program Rekapitalisasi Perbankan
Upaya untuk menunjang program rekapitalisasi dan penyehatan perbankan dilakukan dengan memasukkan biaya restruktursiasi perbankan ke dalam APBN.
4)      Mempertahankan Prinsip Pembiayaan Defisit
·        Pemerintah tetap memeprtahankan prinsip untuk tidak menggunakan pembiayaan defisit anggaran dari bank sentral dan bank-bank di dalam negeri.
·        Pemerintah tetap mengupayakan pinjaman dari luar negeri, yang diperboleh dari lembaga keuangan internasional seperti bank Dunia, ADB, dan OECF serta sejumlah negara sahabat secara bilateral, terutama dalam kerangka CGI.
·        Dengan menempuh kebijakan fiskal seperti di atas, secara keseluruhan operasi keuangan pemerintah sampai dengan Desember 1999 mencapai defisit sebesar Rp 3,2 triliun atau 4% dari pada PDB.
·        Dalam tahun 2002, kebijakan keuangann negara diarahkan pada upaya untuk mewujudkann ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability). Untuk itu ada dua langkah strategis yang tergambar dalam penyusunan APBN 2002.
1)      Mengupayakan volume dan rasio defisit anggaran terhadap PDB menurun
2)      Menurunkan Rasio posisi utang pemerintah – baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri terhadap PDB.
·        Oleh karena itu pemerintah mempersiapkan langkah-langkah guna meningkatkan pendapatan negara, mengendalikan belanja negara, dan mengoptimalkan pilihan pembiayaan defisit anggaran.
1)        Penurunan defisit anggaran diupayakan dengan meningkatkan penerimaan terutama dengan mengoptimalkan penghimpunan pajak melalui perluasan basis pajak dan lebih mengefisienkan pengeluaran.
2)        Disisi pembiayaan, pemerintah berupaya mengoptimalkan hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan.
3)        Dari penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan privatrisasi, pemerintah menggunakan sebagian hasilnya untuk mengurangi posisi utang dalam negeri.
(Laporan Bank Indonesia tahun 2001)
·        Dengan langkah-langkah kebijakan fiskal seperti di atas, maka realisasi APBN 2002 mencatat defisit anggaran sebesar Rp 27,67 trilin (1,66% dari PDB) menurun dibandingkan defisit APBN 2001 sebesar Rp 40,48 triliun (2,72% dari PDB).